Biaya Yang Dapat Dikurangkan Penghasilan
Undang-Undang Pajak Penghasilan (Undang-Undang PPh) mengatur biaya mana saja yang dapat mengurangi penghasilan, dan biaya mana yang tidak dapat mengurangi penghasilan. Kenapa begitu?
Secara naluriah, pengusaha akan memperkecil pajak. Salah satu cara memperkecil pajak terutang adalah dengan memperbesar biaya supaya penghasilan neto kecil. Karena itu, Undang-undang PPh mengatur biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto walaupun biaya tersebut benar-benar ada. Tujuan pengaturan ini supaya laba bersih usaha wajar.
Ketentuan biaya diatur di Pasal 6 Undang-Undang PPh. Prinsip umum biaya yang diatur di Pasal 6 Undang-Undang PPh lebih dikenal dengan 3M, yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Setiap pengeluaran, setiap biaya yang tercatat di pembukuan Wajib Pajak harus dipertanyakan:
- apakah biaya tersebut terkait dengan penghasilan yang dilaporkan di SPT Tahunan?
- apakah biaya tersebut dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan?
Hubungan biaya dengan penghasilan terdapat dua, yaitu hubungan langsung dan hubungan tidak langsung. Contoh hubungan tidak langsung yaitu pengeluaran untuk rekreasi bagi pegawai. Tujuan rekreasi untuk memberikan suasana baru dan menambah semangat. Dengan semangat baru, diharapkan akan meningkatkan produktifitas.
Pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk: keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan.
Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demikian, jika pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.
Sementara, pengeluaran yang tidak dapat dibiayakan diatur di Pasal 9 Undang-Undang PPh.
Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.
Biaya yang tidak dapat dikurangkan dengan penghasilan meliputi:
- pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
- biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
- pembentukan atau pemupukan dana cadangan, dengan syarat tertentu;
- premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
- jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
- harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan;
- Pajak Penghasilan;
- biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
- gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
- sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pembagian laba biasa disebut dividen, prive, sisa hasil usaha, dan bagi hasil. Penyajian pembagian laba adanya di bawah, setelah pajak penghasilan. Karena itu disebut penghasilan neto setelah pajak. Jika pembagian laba dijadikan biaya, maka akan pengulangan (redudance).
Redudance juga terjadi jika pajak penghasilan menjadi biaya. Pajak penghasilan di sini adalah pajak penghasilan orang pribadi jika kita sedang menghitung PPh orang pribadi, dan pajak penghasilan badan jika kita sedang menghitung PPh badan.
Namun PPh pemotongan dan pemungutan boleh dibiayakan. PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23 biasa dibiayakan dengan cara gross-up.